Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh _monggo pinarak ingkang sekeco_

Minggu, 10 Oktober 2010

HUKUM Onani, kebiasaan yang tersembunyi MENURUT ISLAM

HUKUM Onani, kebiasaan yang tersembunyi MENURUT ISLAM

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Tanya : "Apa hukum melakukan kebiasaan tersembunyi (onani) ? "

Jawab : "Melakukan kebiasaan tersembunyi (onani), yaitu mengeluarkan mani dengan tangan atau lainnya hukumnya adalah haram berdasarkan dalil Al-Qur'an dan Sunnah serta penelitian yang benar.

Dalam Al-Qur'an dinyatakan : (yang artinya) :

"Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, [6 ] kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. [7 ] Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang- orang yang melampaui batas. [QS Al Mu'minuun: 5 - 7 ]

Siapa saja mengikuti dorongan syahwatnya bukan pada istrinya atau budaknya, maka ia telah "mencari yang di balik itu", dan berarti ia melanggar batas berdasarkan ayat di atas. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

"Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kemampuan hendaklah segera menikah, karena nikah itu lebih menundukkan mata dan lebih menjaga kehormatan diri. Dan barangsiapa yang belum mampu hendaknya berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya" [Hadits Riwayat Bukhari 4/106 dan Muslim no. 1400 dari Ibnu Mas'ud]

Pada hadits ini Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan orang yang tidak mampu menikah agar berpuasa.
Kalau sekiranya melakukan onani itu boleh, tentu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkannya.
Oleh karena beliau tidak menganjurkannya, padahal mudah dilakukan, maka secara pasti dapat diketahui bahwa melakukan onani itu tidak boleh.

Penelitian yang benar pun telah membuktikan banyak bahaya yang timbul akibat kebiasaan tersembunyi itu, sebagaimana telah dijelaskan oleh para dokter.
Ada bahayanya yang kembali kepada tubuh dan kepada system reproduksi, kepada fikiran dan juga kepada sikap.
Bahkan dapat menghambat pernikahan yang sesungguhnya.
Sebab apabila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan biologisnya dengan cara seperti itu, maka boleh jadi ia tidak menghiraukan pernikahan.

[As ilah muhimmah ajaba 'alaiha Ibnu Utsaimin, hal. 9, disalin dari buku Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al- Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram]


Kebiasan jelek beronani/masturbasi

Tanya : Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya :

"Ada seseorang yang berkata ; Apabila seorang lelaki perjaka melakukan onani, apakah hal itu bisa disebut zina dan apa hukumnya ?"

Jawab : Ini yang disebut oleh sebagian orang "kebiasaan tersembunyi" dan disebut pula "jildu 'umairah" dan '' istimna" (onani).
Jumhur ulama mengharamkannya, dan inilah yang benar, sebab Allah Subhanahu wa Ta'ala ketika menyebutkan orang-orang Mu'min dan sifat- sifatnya. (yang artinya) :

"Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, [6 ] kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. [7 ] Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang- orang yang melampaui batas. [QS Al Mu'minuun: 5 - 7 ]

Al-'Adiy artinya orang yang zhalim yang melanggar aturan-aturan Allah.
Di dalam ayat di atas Allah memberitakan bahwa barangsiapa yang tidak bersetubuh dengan istrinya dan melakukan onani, maka berarti ia telah melampaui batas ; dan tidak syak lagi bahwa onani itu melanggar batasan Allah.
Maka dari itu, para ulama mengambil kesimpulan dari ayat di atas, bahwa kebiasaan tersembunyi (onani) itu haram hukumnya.
Kebiasaan rahasia itu adalah mengeluarkan sperma dengan tangan di saat syahwat bergejolak.
Perbuatan ini tidak boleh ia lakukan, karena mengandung banyak bahaya sebagaimana dijelaskan oleh para dokter kesehatan.
Bahkan ada sebagian ulama yang menulis kitab tentang masalah ini, di dalamnya dikumpulkan bahaya-bahaya kebiasan buruk tersebut.
Kewajiban anda, wahai penanya, adalah mewaspadainya dan menjauhi kebiasaan buruk itu, karena sangat banyak mengandung bahaya yang sudah tidak diragukan lagi, dan juga betentangan dengan makna yang gamblang dari ayat Al-Qur'an dan menyalahi apa yang dihalalkan oleh Allah bagi hamba- hambaNya.
Maka ia wajib segera meninggalkan dan mewaspadainya.

Dan bagi siapa saja yang dorongan syahwatnya terasa makin dahsyat dan merasa khawatir terhadap dirinya ( perbuatan yang tercela) hendaknya segera menikah, dan jika belum mampu hendaknya berpuasa, sebagaimana arahan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. (artinya) :

"Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kemampuan hendaklah segera menikah, karena nikah itu lebih menundukkan mata dan lebih menjaga kehormatan diri. Dan barangsiapa yang belum mampu hendaknya berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya" [Muttafaq 'Alaih]

Didalam hadits ini beliau tidak mengatakan : " Barangsiapa yang belum mampu, maka lakukanlah onani, atau hendaklah ia mengeluarkan spermanya", akan tetapi beliau mengatakan : "Dan barangsiapa yang belum mampu hendaknya berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya"

Pada hadits tadi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan dua hal, yaitu :

Pertama : Segera menikah bagi yang mampu.

Kedua : Meredam nafsu syahwat dengan melakukan puasa bagi orang yang belum mampu menikah, sebab puasa itu dapat melemahkan godaan dan bisikan syetan.

Maka hendaklah anda, wahai pemuda, beretika dengan etika agama dan bersungguh-sungguh di dalam berupaya memelihara kehormatan diri anda dengan nikah syar'i sekalipun harus dengan berhutang atau meminjam dana.
Insya Allah, Dia akan memberimu kecukupan untuk melunasinya. Menikah itu merupakan amal shalih dan orang yang menikah pasti mendapat pertolongan, sebagaimana Rasulullah tegaskan di dalam haditsnya. (yang artinya) :

"Ada tiga orang yang pasti (berhak) mendapat pertolongan Allah Azza wa Jalla : Al-Mukatab (budak yang berupaya memerdekakan diri) yang hendak menunaikan tebusan darinya. Lelaki yang menikah karena ingin menjaga kesucian dan kehormatan dirinya, dan mujahid (pejuang) di jalan Allah" [Diriwayatkan oleh At-Turmudzi, Nasa'i dan Ibnu Majah] [Fatawa Syaikh Bin Baz, dimuat dalam Majalah Al-Buhuts, edisi 26 hal 129-130 , disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy- Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram]

Tidak ada komentar: