Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh _monggo pinarak ingkang sekeco_

Jumat, 29 April 2011

Kisah Khalifah Umar Bin Khattab yang Melayani Rakyat-nya 


Kisah ini merupakan kisah inspiratif dari khalifah Umar Bin Khattab yang senantiasa melayani rakyatnya , bahkan beliau secara diam - diam melakukan perjalanan keluar masuk kampung untuk mengetahui kehidupan rakyatnya.
 Beliau tidak ingin satu pun rakyatnya tidak terlayani , hal ini dilakukan untuk memastikan tidak ada rakyatnya yang dilalaikan. 

Suatu malam , bersama salah seorang pembantunya, Khalifah Umar berada di suatu kampung terpencil. 

Dari sebuah rumah yang tak layak huni, terdengar seorang gadis kecil sedang menangis berkepanjangan.

 Umar bin khattab dan pembantunya bergegas mendekati rumah itu.
 Setelah mendekat, Umar melihat seorang perempuan tengah memasak di atas tungku api.
 Asap mengepul dari panci, sementara si ibu terus saja mengaduk-aduk isi panci dengan sebuah sendok kayu yang panjang. 

“Assalamu’alaikum,” Khalifah Umar m

Kisah Khalifah Umar Bin Khattab yang Melayani Rakyat-nya


Kisah ini merupakan kisah inspiratif dari khalifah Umar Bin Khattab yang senantiasa melayani rakyatnya , bahkan beliau secara diam - diam melakukan perjalanan keluar masuk kampung untuk mengetahui kehidupan rakyatnya.
Beliau tidak ingin satu pun rakyatnya tidak terlayani , hal ini dilakukan untuk memastikan tidak ada rakyatnya yang dilalaikan.

Suatu malam , bersama salah seorang pembantunya, Khalifah Umar berada di suatu kampung terpencil.

Dari sebuah rumah yang tak layak huni, terdengar seorang gadis kecil sedang menangis berkepanjangan.

Umar bin khattab dan pembantunya bergegas mendekati rumah itu.
Setelah mendekat, Umar melihat seorang perempuan tengah memasak di atas tungku api.
Asap mengepul dari panci, sementara si ibu terus saja mengaduk-aduk isi panci dengan sebuah sendok kayu yang panjang.

"Assalamu'alaikum," Khalifah Umar memohon izin untuk masuk.

Si Ibu yang tidak mengetahui siapa gerangan tamu nya itu memberi izin untuk masuk.

"Siapakah gerangan yang menangis di dalam itu?" tanya Umar.

Si ibu itu menjawab, "Anakku."

"Apakah ia sakit?"

"Tidak," jawab si ibu lagi. "Tapi ia kelaparan."

Khalifah Umar ingin sekali mengetahui apa yang sedang dimasak oleh ibu itu.
Kenapa begitu lama sudah dimasak tapi belum juga matang.
Akhirnya khalifah Umar berkata, "Wahai ibu, Apa yang sedang engkau masak?"

Ibu itu menjawab, "Engkau lihatlah sendiri!"

Khalifah umar dan pembantunya segera melihat ke dalam panci tersebut.

Alangkah kagetnya ketika mereka melihat apa yang ada di dalam panci tersebut seraya memastikan Umar berteriak, "Apakah engkau memasak batu?"

Perempuan itu menganggukkan kepala.

Dengan suara lirih, perempuan itu menjawab pertanyaan khalifah Umar, "Aku memasak batu-batu ini untuk menghibur anakku.
Aku seorang janda.
Sejak dari pagi tadi, aku dan anakku belum makan apa-apa.
Sementara aku berusaha untuk bekerja tetapi karena kewajiban menjaga anakku, hal itu tidak dapat kulakukan.
Sampai waktu maghrib tiba, kami belum juga mendapatkan makanan apapun juga.
Anakku terus mendesakku.
Aku mengumpulkan batu-batu kecil, memasukkannya ke dalam panci.
Kemudian batu-batu itu kumasak untuk membohongi anakku, dengan harapan ia akan tertidur lelap sampai pagi.
Ternyata tidak.
Ia tetap sajamenangis.

Sungguh Khalifah Umar bin Khattab tidak pantas jadi pemimpin.
Ia tidak mampu menjamin kebutuhan rakyatnya."

Mendengar penuturan si Ibu seperti itu, pembantu khalifah Umar ingin menegur perempuan itu.
Namun khalifah Umar dengan cepat mencegahnya.

Dengan air mata berlinang ia pamit kepada si Ibu dan mengajak pembantunya cepat-cepat pulang ke Madinah.
Khalifah Umar langsung menuju gudang baitul mal untuk mengambil sekarung gandum dan memikulnya di punggungnya.
Ia kembali menuju ke rumah perempuan tadi.

Di tengah perjalanan sang pembantu berkata, "Wahai Amirul Mukminin, biarlah aku saja yang memikul karung itu."
Khalifah Umar menjawab dengan air mata yang berlinang: "Rasulullah pernah berkata, jika ada seorang pemimpin yang membiarkan rakyatnya mati kelaparan tanpa bantuan apapun, Allah mengharamkan surga untuknya." Khalifah Umar kemudian melanjutkan, Biarlah beban berat ini yang akan membebaskanku dari siksaan api neraka kelak."

Dalam kegelapan malam Khalifah Umar berjuang memikul karung gandum itu, hingga akhirnya ia sampai ke rumah sang Ibu.
Dengan kaget, sang Ibu bertanya: "Siapakah anda?
Bukankah anda yang datang tadi?"

Khalifah Umar tersenyum dan menjawab, "Benar. Saya adalah seorang hamba Allah yang diamanahkan untuk mengurus seluruh keperluan rakyat saya. Maafkan saya telah mengabaikan anda."

Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa seorang pemimpin tidak seharusnya termanjakan untuk pelayanan dari bawahan maupun instansinya .
Melainkan seorang pemimpin harus melayani bawahannya maupun rakyatnya .
Tentunya pimpinan merupakan amanah yang diberikan untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat luas.

Tidak ada komentar: