1. Setengah dari tanda bahwa seorang itu bersandar diri pada kekuatan amal usahanya, yaitu berkurangnya pengharapan terhadap rahmat kurnia Allah ketika terjadi padanya suatu kesalahan/dosa.
Kalimat : Laa ilaha illallah.
Tidak ada Tuhan, berarti tidak ada tempat bersandar, berlindung, berharap kecuali Allah, tidak ada yang menghidupkan dan mematikan, tiada yang memberi dan menolak melainkan Allah.
Dhohirnya syari`at menyuruh kita beramal, sedangkan hakikat syari`ah melarang kita menyandarkan diri pada amal usaha itu, supaya tetap bersandar pada kurnia rahmat Allah.
Kalimat : Laa haula wala quwwata illa billahi.
Tidak ada daya untuk mengelakkan diri dari bahaya kesalahan dan tidak ada kekuatan untuk berbuat amal kebaikan kecuali dengan bantuan pertolongan Allah dan kurnia rahmatNya semata-mata.
Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.
Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan". (Yunus : 58).
Sedang bersandar pada amal usaha itu berarti lupa pada kurnia rahmat Allah yang memberi taufiq, hidayah kepadanya yang akhirnya pasti ia ujub , sombong, merasa sempurna diri, sebagaimana yang telah terjadi pada iblis ketika diperintah bersujud kepada Adam, ia berkata :
Iblis berkata: "Aku lebih baik daripadanya (Adam), karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah". (Shaad : 76).
Juga telah terjadi pada Qaarun ia berkata :
Karun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". (Al-Qashash : 78).
Apabila kita dilarang menyekutukan Allah dengna berhala, batu, kayu, pohon, binatang dan manusia, maka janganlah menyekutukan Allah dengan kekuatan diri sendiri, seolah-olah merasa sudah cukup kuat dan dapat berdiri sendiri tanpa pertolongan Allah, tanpa rahmat, hidayah dan kurnia Allah.
Sedangkan kita harus bertauladan pada Nabi Sulaiman as. Ketika ia menerima ni`mat kurnia Allah, ketika mendapat istana ratu Balqis.
Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip".
Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya).
Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia". (An Naml : 40).
Petunjuk Sumber : Buku Al-Hikam
Pendekatan Abdi pada Khaliqnya oleh Abul Fadhel Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim bin Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad bin Isa bin Al husain bin Atha`Allah Al iskandary.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar