Sahabats,
Setelah kita mulai belajar merenungkan dan berjuang mengamalkannya setahap demi setahap hikmah-hikmah yang penuh kedalaman makna dari seorang shiddiqin, yaitu Syaikh Ibnu Aththoillah ra.marilah kita melanjutkannya ke hikmah berikutnya.
Dengan membaca Bismillahirrahmannirahim, serta kalau sahabat-sahabat tidak berkeberatan mengirimkan fadhillah/keutamaan bacaan QS. Al-Fatihah kepada Sang SyaikhIbnu Aththoillah dan Ustadz Salim Bahreisy, mari kita awali kajian dan renungan kita
______________________________________________________________________
Hikmah no 5
"Kesungguh-sungguhanmu untuk mencapai apa-apa yang telah dijaminkanbagimu serta keteledoranmu terhadap kewajiban-kewajiban yang telah diamanahkan kepadamu, membuktikan butanya mata hatimu."
Tambahan keterangan Ustadz Salim Bahreisy (penerjemah) di halaman 15-16:
Firman Allah di QS.Al-Ankabut[29]:60: "Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa."
(QS. ThaaHaa[20]:132)
Kerjakan apa yang menjadi kewajiban kita terhadap Kami (Allah), dan Kami melengkapi bagi kita bagian Kami. Di sini ada 2 hal, satu, yang dijamin Allah, maka hendaknya kita jangan menuduh (su'udhon) terhadap Allah. Kedua, yangdituntut Allah maka jangan kita abaikan.
Dalam sebuah hadits yang kurang lebih artinya demikian:
"Mengapakah orang-orang yang mengagungkan orang yang kaya, pemboros dan menghina ahli-ahli ibadah,serta yang selalu mengikuti tuntunan Al-Quran hanya yang sesuai dengan hawanafsu mereka sedangkan ayat-ayatyang tidak sesuai dengan hawanafsunya mereka tinggalkan, padahal yang demikian itu berarti mempercayai sebagian Kitab Allah, dan mengabaikan (kufur) terhadap sebagian isi Kitab-Nya. Mereka berusaha untuk mencapai apa-apa yang dapat dicapai tanpa usaha,yaitu bagian yang pasti tiba dan ajal yangsudah ditentukan, dan rezeki yang menjadi bagiannya, tetapi tidak berusahauntuk mencapai apa yang tidak dicapai kecuali dengan usahanya, yaitu pahala-pahala yang besar dan amal-amal ibadahdan 'dagangan' yang tidak akan rusak."
Ibrahim Al-Khawwash berkata: "Janganmemaksakan diri untuk mencapai apa yang telah dijamin (dicukupi), dan jangan menyia-nyiakan (mengabaikan) apa yangdiamanahkan kepadamu."
Oleh sebab itu, maka siapa yang berusaha untuk mencapai yang sudah dijamin, dan mengabaikan apa yang ditugaskan kepadanya, maka berarti buta mata hatinya, karena sangat bodohnya.
______________________________________________________________________
Sahabats,
Kewajiban yang hendaknya kita ikhtiarkan dengan perjuangan sekuat tenaga adalah secara singkat mencari keridhoan Allah SWT dalam berbagai kondisi kita. Dan jika dirinci lebih lanjut a.l.:
- Dzikrullah baik dalam duduk, berdiri, berbaring, dsb (QS. 3:191)
- Khusyu' dalam shalat (QS. 2:45-46)
- Shaum lahir maupun batin (QS. 2:183)
- Menyempurnakan keberserah-dirian kepada Allah SWT (QS. 2:208)
- Takwa dengan sebenar-benarnya takwa (haqqatu qattihi; QS. 3:102)
- Menerima dengan ridho dan menjaga rezeki harta yang Allah anugrahkan
- Dsb.
Sesungguhnya rezeki harta yang sudah, sedang maupun akan kita terima, telah Allah tetapkan (qodho) di Lauh Al-Mahfudz. Tentu saja, keyakinan kita terhadap hal tersebut serta penyikapan kita sesuai dengan tingkat keimanan dan ketakwaan kita masing-masing. Itulah yang dimaksudkan oleh Syaikh Ibnu Aththoillah ra. sebagai apa-apa yang telah dijaminkan bagimu.
Sedangkan istiqamah dzikrullah, shalat yang khusyu', keberserah-dirian yang total kepada Allah, menerima apa-apa yang Allah anugrahkan kepada kita tidaklah Allah berikan jika kita tidak berjuang dengan keras, itulah yang dimaksud oleh beliau sebagai kewajiban-kewajiban yang telah diamanahkan kepadamu.
Demikianlah, jika kita mengabaikan yang menjadi kewajiban karena energi dan kesempatan kita sudah habis dipergunakan mencari apa-apa yang sudah dijamin oleh Allah SWT, maka kita disebut buta mata hati.
Sahabats,
Marilah kita merenungi hikmah di atas dengan qalbu yang semoga Allah bebaskan dari penguasaan hawanafsu, serta akal nalar yang mengikuti hukum-hukumnya dengan optimal.
Laa haula wa laa quwwata illa billahil Aliyyul Adhim.
Wa Allahu A'lam bishawwab.[]
Pojok Ngaji Terjemah Al-Hikam karya Syaikh Ibnu Aththoillah oleh Ustadz Salim Bahreisy – Hikmah no 5 | Serambi Tashawwuf
1 komentar:
Matur kesuwun sahabat atas uraian hikmahnya...
Posting Komentar